Sutejo: Yang Selamatkan Aku itu Menulis
Arsip Penulis |
Tuhan lewat pesan menulis, kupahami lewat derita, air mata, hinaan, cacian, makian. Kala itulah, kutulis buku harian, coretan tak terhitung di lembar-lembar akhir buku sejak SMP.
Mengalirkan kata seumpama air, tanpa berpikir untuk apa, salah atau benar, hampir sepuluh tahun ternyata memudahkan kala memasuki dunia menulis sesungguhnya. Kala itu, aku hanya mengenal plong rasa, los jiwa. Kemudian kala kuliah, kukenal ia sebagai teori katarsis, pun teori ekspresi. Dua puluh tahun terakhir, baru mengenal teori refleksi kritis dalam menulis.
Menulis jadi medan penumpahan sebelum jadi kebun harapan. Inspirasi menulis, secara nyata baru kuperoleh dari dosen mudaku yang eksentrik, karena banyak cangkrung di sembarang tempat, termasuk Warung Sari, kala tahun 1980-an akhir. Kemana-mana bawa buku, bercerita isi buku, dan berbagi bincang diselingi joke-joke kritis. Juga cerita pengalaman apapun, termasuk yang imajinatif. Ialah Djoko Saryono, yang hingga kini tetap menginspirasiku. Suhu kata, suhu idiom baru yang membordir otak.
Menulis di media massa cetak era akhir 80-an itu, sangatlah membanggakan, memotivasi, dan mengharukan. Dramatiknya banyak sekali, sejak ngumpulkan bahan, nulis menggunakan mesin ketik, kirim lewat faks, pos, atau diantar jalan kaki lewat biro Malang. Karena kesulitan modal, kini, menulis modal melimpah, kemudahan sangat meruah.
Menulis kala itu butuh kerja keras luar biasa, tiada tara, saksi hidup itu kini menjadi wartawan senior Antara yang telah memenangkan 17 kali even lomba jurnalustik. Tetapi lelaki madura ini sangat halus dan lembut, rendah hati, dan nyaris tak pernah bisa melihatnya marah. Dia Madura tetapi Jawa, aku Jawa tapi Madura, itulah guyonnya yang dilempar telak ke aku.
Soal derita dan airmata, soal dramatiknya menulis di media massa kala itu, dialah partner kompetisiku. Satu kos lagi, lomba keras-kerasan suara ketik antarkamar. Wartawan itu kini tinggal di Bondowoso dengan investasi usaha hidup yang berbeda dengan aku, tetapi sama-sama alumni program "Becoming a Money Magnet" Adi Gunawan angkatan ke-4 di April 2006. Lecutan perubahan pikiran disitulah kami bermula, dialah yang mendaftarkannya dengan uang pribadinya, seizin isteri terhebatnya, yang kala itu lagi berjuang dari kejatuhan karena tertipu bisnis koleganya, juga satu-satunya rumahnya di Sidoarjo terdampak Lapindo.
Dia adalah Marsuki M. Astro, guru kehidupan saya, yang terus meminta aku untuk bersabar. Kesalahan dan kekurangan saya selalu ditoleransi, khas orang Jawa. Maka, jika bertanya kepada kami berdua, keterampilan apa yang menyelamatkan kami, maka dengan tegas akan kami jawab, "Menulis."
Menulis bisa mengubah pola pikir, melatih tak henti kerja otak, melatih kepekaan sosial, dan yang penting bagi kami menyadarkan tentang hakikat menulis sebagai jalan spiritual. Jalan kami beribadah, tempat belajar kebaikan.[]
0 Response to "Sutejo: Yang Selamatkan Aku itu Menulis"
Posting Komentar
Tulis Komentar Anda Disini....