BAHAYA LATEN ORMAS RADIKAL DAN INTOLERAN
Oleh: Junaedi,S.E.*)
Pemerintah secara resmi telah membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI) dan melarang setiap kegiatan yang dilakukan atas nama FPI. "Pelanggaran kegiatan FPI ini dituangkan di dalam keputusan bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga, " ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dikutip dari Kompas TV, Rabu (30/12/2020).
Mereka yang menandatangani SKB itu adalah Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Kapolri, Jaksa Agung RI, dan Kepala BNPT. Keenamnya menuangkan SKB Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Berikut isi SKB selengkapnya sebagaiamana dilansir m.antaranes.com. Pertama, Pemerintah menyatakan FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga secara de jure telah bubar sebagai organisasi kemasyarakatan.
Kedua, meski FPI sebagai ormas telah bubar namun pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketentraman, ketertiban umum, dan bertentangan dengan hukum. Ketiga, melarang penggunaan simbol dan atribut FPI dalam wilayah hukum NKRI.
Keempat, apabila terjadi pelanggaran sebagaimana diuraikan dalam diktum ketiga diatas, aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanankan oleh FPI. Kelima, meminta kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI dan juga untuk melaporkan kepada penegak hukum setiap kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI.
Keenam, Kementrian dan Lembaga yang menandatangani SKB ini agar melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan. Ketujuh, Keputusan bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan . Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020.
UU 16 tahun 2017 tentang Penetapan Perppu 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 November 2017 di Jakarta. UU 16 tahun 2017 tentang Penetapan Perppu 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU 17 tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU diundangkan Menkumham pada tanggal 22 November 2017 di Jakarta.
Dalam pasal 59 ayat 3, disebutkan bahwa Ormas dilarang: a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; c. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau d. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, pada tanggal 19 Juli 2017 pemerintah Indonesia melalui Menkumham secara resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Pencabutan tersebut dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Tiga alasan utama pembubaran HTI yang dipaparkan oleh Menko Polhukam Wiranto yaitu: Pertama, Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, Aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, jauh sebelum itu pada sekitar 2014 lalu, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang didirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir juga dibubarkan pemerintah. Berikut deretan ormas yang dibubarkan pemerintah selain FPI karena diduga tak sesuai dengan UUD 1945 atau pun Pancasila yang ddihimpun Liputan6.com adalah : Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI),Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Aliansi Nasional Anti Syiah (Annas), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Front Pembela Islam (FPI).
Pemerintah perlu langkah –langkah preventif terhadap kemungkinan bahaya laten ormas radikal dan intoleran serupa yang dikemas dengan format yang berbeda. Sebelum memberikan ijin operasional berdirinya suatu ormas. Apakah dalam AD/ART dan peraturan ormas itu sudah sesuai dengan UU No.16 Tahun 2017 atau sebaliknya menabrak UU tersebut.
Paling tidak harus memenuhi beberapa syarat ketentuan yang berlaku : Pertama, asas ormas tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Kedua, ormas yang didirikan berkewajiban menghormati kedaulatan NKRI , tunduk dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, ormas yang didirikan tidak mengancam disintegrasi bangsa yang bhinneka tunggal ika.
Keempat, ormas yang didirikan tidak boleh berhaluan radikalisme, terorisme dan intoleransi. Kelima, ada rekomendasi dari Kemenag RI untuk ormas yang memiliki kekhususan dalam bidang keagamaan. Perlu kita ketahui sejarah telah mencatat, pada tahun 1949-1962, ada sekelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan Negara Isalam Indonesia (NII), juga dikenal dengan nama Darul Islam (DI).
DI/NII/TII berdiri pada 7 Agustus 1949 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampang, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Beberapa kali melakukan pemberontakan. Pada tahun 1950-1959, pemberontakan di Jawah Tengah dipimpin oleh Amir Fatah.
Pada tahun 1950-1965, pemberontakan di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tahun 1953-1962, pemberontakan di Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh. Pada tanggal 2 September 1962 dibubarkan. NII mengusung sistem pemerintahan yang berdasarkan Kekhalifahan Islam, Darul Islam, Islamisme. Waspadalah ancaman bahaya laten ormas terlarang, radikalis, teroris dan intoleran.
*) Junaedi,S.E., Kaum Rois Ngireng-ireng Panggungharjo, tinggal di Gedangan RT 02 Ngireng-ireng Panggungharjo Sewon Bantul DIY. No. HP 088 225 045 416.
0 Response to "BAHAYA LATEN ORMAS RADIKAL DAN INTOLERAN"
Posting Komentar
Tulis Komentar Anda Disini....