Epilog Hujan: Puisi-Puisi Agus Widiey

Epilog Hujan

Tak terasa hujan bernyanyi

Ke bola matamu

Segala kata datang berlarian

Ada puisi yang ditulis

Dalam degup dadanya sendiri

Serupa perpisahan kupu-kupu dengan bunga matahari


Juga dalam doamu

Kata-kata lebih dekat

Menepis dingin dan kegelisahannya

Yang dilengkapi tarian pesona


Wahai penyair, apa yang abadi

Selain kesepian dalam puisi 

Yang pernah bertamu tanpa permisi

Sebelum genangan mimpi nya sendiri.

Sumenep, 2020

Hujan Pagi

Sebuah hujan bertamu ke jendela

Hujan dari pagi bersama angin

Menghantarkan riak dingin

Ke tubuhku yang menggigil


Langit telah kehilangan cahayanya

Dan matahari tak sanggup tuk menyapa

Hujan masih menggenangi kelopak mata

Embun menyatu seketika itu juga


Aku kira, awan bersembuyi 

Di ketiak mendung yang menari

Bersama hujan di pagi hari

Sedangkan senyummu nasih bernyanyi.

Sumenep, 2020

Puisi I

Puisi yang kau saji

Keh Memberikanangatan diksi

Bagi penyair yang luar

Telah berhasil merebus bahasa segar.

Sumenep, 2020

Puisi II

Barangkali hanya aksara

Yang mengerti perih luka

Menyanyat hati dan mata

Barangkali benar, hanya puisi.

Sumenep, 2020

Puisi III

Puisi memiliki bahasa hati

Dan hati memiliki rasa

Rasa menenun aksara

Aksara yang menyindiri

-Dalam sepi


Puisi adalah kata-kata

Dan kata-kata harus memberikan makna

Tentunya pada pembaca.

Sumenep, 2020


*Agus Widiey, lahir di Batuputih, Sumenp, Madura, 17 Mei tahun 2002. Merupakan santri aktif Pondok Pesantren Nurul Muchlish di Pakondang Rubaru Sumenep. beberapa puisinya sudah nyantri di antologi Subuh Terakhir (2020) Rumah Sebuah Buku (2020) Hidup Itu Puisi (2020).

0 Response to "Epilog Hujan: Puisi-Puisi Agus Widiey"

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda Disini....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel