Saya, Rokok, dan Kisah di Baliknya

Saya, Rokok, dan Kisah di Baliknya

Ditulis oleh: Muhammad Lutfi

Saya ini seorang perokok aktif. Saya sudah mulai merokok sejak umur saya 20 tahun. Itu kenikmatan sendiri bagi saya. Memberikan ketenangan yang tak tergantikan. Candu yang bisa membuat saya merem-melek dibuatnya. Saya sangat suka lintingan kertas rokok dan aroma daun tembakau. Wanginya yang khas membuat saya sulit berpaling respons. Saya sudah berusaha untuk meninggalkan rokok, tetapi saya belum bisa. Butuh tekad dan keberanian yang kuat untuk melakukan itu. Seperti melupakan makan dan minum, itu adalah hal yang mustahil. Bagi saya, dialah pertemuan pertama yang paling berkesan dalam hidup saya.Itu yang saya rasakan ketika kelezatan rokok mendekap lidah dan alam bawah sadar saya. Saya seperti kehilangan makna jika tak bertemu dengannya.Yang paling cepat, yang membuat gairah gairah kembali. Setelah gairah itu lalu-lalang saya cari-cari. 

Wangi rokok telah membantu saya menemukan jati diri. Tentang siapa saya, bagaimana saya ini, dan tujuan dalam hidup ini. Saya hanya bisa mengucapkan terimakasih dengan cara yang selalu membelinya di warung. Saya selalu membelinya. Dia adalah kenikmatan yang tiada duanya. Setelah saya bangun tidur dan menikmati kabut pagi hari yang masih buram, saya hilangkan malas dengan duduk. Duduk di atas kursi kayu yang elegan dan berkreasi. Kursi itu dibuat oleh paman saya ketika saya masih kecil. Saya tak bisa tidak, seakan harus duduk di kursi itu. Udara membuat alam pedesaan tak terasa hambar. Tanah yang telah hilang, batu yang berhenti tumbuh di depan rumah sudah menggantikan ingatan tentang masa kecil.Dengan kabut pagi dan embun yang menetes di bunga-bunga depan rumah.Jauh sebelum saya mengenal candu. Ya, candu merokok. Sungguh merepotkan mikirin rokok. Apalagi kalau harganya naik. Bisa-bisa demo dan marah-marah para perokok. 

Kata orang, rokok dapat memberikan ketenangan. Itu dapat saya katakan iya. Saya pun tak berbohong. Karena saya juga seorang perokok. Orang yang telah kecanduan nikmatnya rokok. Kalau tidak percaya bisa dibuktikan dengan lidah orang yang anti rokok. Pasti mereka akan mengatakan kalau mereka telah tenang disumpal rokok. Tapi saya sedikit ragu menyebut rokok sebagai teman yang mengenakkan. Karena, kalau banyak-banyak saat saya hisap dia, kepala saya rasanya pening, dada saya rasanya sesak. Kalau saat sendiri, dia memang bisa menghibur. Menjauhkan jenuh dan sepi dalam kesendirian. Dia sungguh berharga dan berjasa bagi orang-orang yang bosen dan tak suka keramaian.

Bungkusnya yang berbentuk kotak dan keren itu sangat mengagumkan. Bisa dibuka bagian atasnya. Lalu dibelai satu demi satu batang-batangnya. Enak, pasti enak. Sebelum itu, hirup dulu aromanya. Letakkan dia di depan wajah. Dekatkan dengan lubang hidung, lalu tarik nafas. Dia akan membuat badan keblinger sempoyongan. Lalu segera tangan akan menariknya dari barisan yang rapat.

Kebetulan, saya juga seorang yang suka nulis. Kebanyakan mikir membuat saya jadi jenuh dan cepat bosan. Setelah menulis satu halaman, sudah hinggap rasa jenuh datang menggerayangi saya. Tidak ada pilihan lain, selain mengambil dia dari kamar saya. Dia sudah saya beli. Dan selalu saya sandarkan dia di atas meja. Biar sewaktu-waktu kalau butuh, saya bisa mengambilnya. Saya tak suka jadi pecandu yang boros. Atau bahkan super boros. Saya hanya ingin menikmatinya setelah makan saja.

***

Pernah suatu waktu saya beli pipa rokok. Saya masih ingat, waktu itu hari Sabtu. Saya melangkah keluar rumah. Berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai oleh orang lari-lari dan bersepeda. Sedangkan, saya masih berjalan. Menikmati perjalanan saya menyusuri kota. Saya mampir di salah satu penjual pipa rokok yang aneka ragam. Ada yang terbuat dari kayu, keramik, dan tulang. Saya lihat-lihat dulu. Saya bolak-balikkan badan pipa itu. Saya lihat motif serta kuatnya pipa kayu itu. Ya, saya suka pipa kayu. Tergantung dari kayu apa dia dibuat. Kalau dari kayu bambu, asap rokok akan terasa panas di ujung pipa dan baunya seperti bakaran kayu yang sangit.Saya tidak suka. Saya lebih suka pipa rokok dari kayu yang tidak padat. Seperti kayu jati. Ya, kayu jati adalah kayu yang sangat kokoh. Dia lama sekali rapuh. Meski terbengkalai dan sudah lama. 

Saya masih melihat dan memilih pipa-pipa rokok itu. Saya melirik ke arah pipa keramik yang terbuat dari marmer. Saya pegang pipa itu. Rasanya dingin dan beku di tangan. Saya suka sekali sensasinya. Dingin dan seger sekali. Saya tak usah repot-repot dan ambil lama. Saya putuskan untuk memilih pipa marmer itu. Akan saya gunakan untuk menambah aksesoris saat saya merokok nanti. Pasti rasanya enak. Saya sudah membayangkan.

***

Sampai rumah, saya pakai itu. Saya gunakan untuk menghisap batang rokok. Saya nyalakan rokok dengan pemantik api. Saya hisap melalui pipa. Duhhh… rasanya enakkk. Seperti sensasi menthol. Saya jadi dingin. Bibir seperti dilumat es batu dari kulkas. Dengan menikmati rokok hari ini, saya buru-buru buat kopi hitam sebagai doping untuk menambah tenaga saya. Supaya mata ini selalu terjaga saat hari-hari seperti ini. 

Keluhan seorang perokok pasti sama. Tidak jauh-jauh beda. Kalau tidak tentang uang, pasti tentang kualitas rokok. Seorang perokok harus bisa selektif dalam memilih tembakau yang cocok bagi dirinya. Harus bisa menilai kadar nikotin dan tar yang cocok untuk paru-parunya. Jangan asal sedot saja. Karena bisa menimbulkan sedikit geli dan batuk-batuk. Tapi, bagi yang uang pas-pasan, boleh saja langsung pilih. Asalkan bisa merokok. Begitu kurang sensasi merokok. Ada positifnya dan negatifnya.

Kata orang-orang yang anti rokok, merokok itu banyak negatifnya. Kata orang-orang yang suka merokok, banyak positifnya merokok. Kadang jadi bingung dibikin asumsi seperti itu. Saya tetap berpegang pada diri sendiri. Kalau saya goyah pendirian, saya pasti terombang-ambing. Ikut sana, ikut sini. Bisa tak karuan. Menurut saya sendiri, rokok krisis hal yang patut dibenci. Sebab saya merasakan adanya manfaat dari kehadiran rokok dalam hidup saya. Saya seorang pemalu, introvert. Sulit bergaul dengan orang yang belum dikenal. Mau menyapa rasanya canggung dan takut, bahkan malu-malu.

Saya ini suka nulis. Nulis kisah fiksi yang membutuhkan ide dan tinta yang banyak warna. Ide tersebut muncul dari banyak pengalaman dan hal-hal yang saya lihat di masyarakat. Saya butuh inspirasi yang kuat. Ketika saya banyak pikiran dan pikiran itu kedekatan, sulit untuk mengeluarkan permintaan. Sulit untuk diimplementasikan berupa karya. Saya bersyukur, sejak kehadiran rokok dalam gairah hidup saya. Saya santai. Bukannya acuh tak acuh atau berhenti memudahkan segala sesuatunya. Tapi, saya menjadi santai. Santai dalam berpikir, tenang, dan nikmatilah. Saya menjadi tenang mengikuti arus hidup. Bahkan ide-ide brilian muncul begitu saja mewarnai alam pikiran saya.Terkadang saya susah fokus, karena saya ini orang yang tipenya mudah bosan. Saat saya menghisap rokok, saya tiba-tiba punya fokus yang kuat. Mata saya jadi gamblang melihat fenomena lingkungan. Dan semangat dalam ikut melakukan kerja maupun perubahan.

Noada kebohongan, bilamana rokok adalah sesuatu pendongkrak kreatif. Dia muncul begitu saja. Menyampaikan sesuatu seperti ilham kesadaran. Bahkan seperti cerita ilham. Semua seniman pasti akan tahu jika ditanya tentang rokok. Kadang-kadang, aktifitas seni mereka, rokok hadir di antara seniman-seniman. Seniman-seniman selalu mengantongi rokok di antara kesibukannya mencari inspirasi.

Inspirasi ini seperti buah jagad yang lezat dan banyak rasanya. Ada masam, sepat, dan manis. Banyak pula warnanya. Ada merah, hijau, kuning, dan banyak warna lainnya. Saya jadi suka menikmati alur seni dalam hidup saya. Bagi saya, seni adalah sesuatu anugrah yang terlahir di dunia. Seni adalah manik-manik perhiasan dunia. Dia indah dan anggun. Mulia dan berwibawa. Menari-nari di antara fatamorgana dan kefanaan dunia. Seni lampu-lampu dunia. Meleraikan pertarungan yang seri antara pemburu dunia yang tamak. Seni adalah anak inspirasi. Ya, seni adalah anak inspirasi. Inspirasi dibuahi mimpi. Lalu melahirkan seni. 

Salah satu pendongkrak bakat seniman dan seni, adalah rokok. Dia berdiri kuat walaupun sebatang. Dia beraroma dan berwarna. Rokok tongkat semangat di hidup ini yang terkadang bosan dan lemes.

***

Kembali seperti tadi, tidak ada guna juga jika tidak ada uang untuk membeli rokok. , Seorang perokok aktif memperhatikan kesehatan tubuhnya dan ekonominya sendiri. Jika tidak, akan berujung pada pemborosan. Akan sia-sia saja merokok. Rokok harus dinikmati, tapi dengan pertimbangan yang matang. Jika uangnya tidak, ada salah satu wahana alternatif adalah dengan melinting tembakau sendiri.

Saya pernah melakukan hal tersebut. Melakukan kegiatan melinting rokok. Saya menjelma menjadi pekerja rumahan. Pabriknya rumah saya sendiri. Saya membeli segala perlengkapan melinting di sebuah pasar di kota Solo. Saya beli sekitar sebungkus tembakau, kertas rokok, lem, alat pelinting, dan wadah rokok yang terbuat dari kayu. Cukup murah sih untuk saya yang seornag mahasiswa saat itu. Saya tangan uang buat beli rokok. Mau bagaimana lagi, saya lakukan pilihan ini, membeli tembakau dan melintingnya di pasar.

Sudah saya ingat betul bagaimana cara melinting tembakau yang bentuknya seperti mie itu. Teman saya mengajari bagaimana melinting rokok dengan berbagai variasi. Saya melakukan hal yang serupa. Saya ambil sejumput tembakau dalam genggaman tangan. Kertas rokok itu saya lilitkan di tubuh tembakau yang polos. Saya pemegang biji-biji cengkeh yang harumnya seperti penyan itu dalam rokok yang barusan saya linting. Harum rokok tadi persis seperti menyan. Seperti dupa untuk pemujaan. He I Salah Dalam Melakukan Tugas Melinting Tubuh Yang Akan Saya Hisap Itu. Saya ulangi lagi dari awal. Saya lupa kalau membeli alat melinting yang praktis, elegan, dan tidak ribet sama sekali.Ini seperti kehilangan makna ketika menimbulkan keresahan di antara kesalahan melakukan tugas melinting rokok yang teramat sederhana. 

Saya tak mau menyerah. Saya tak akan kalah dalam melakukan usaha yang harus saya lakukan, karena ini saya nikmati sendiri. Saya wajib melakukannya. Saya linting dengan benar, dengan cermat, dan dengan hati-hati. Saya ambil sejumput lagi. Saya memiliki kepemilikan dalam alat penggilingan tembakau. Saya lipat-lipat bersama kertasnya. Akhirnya sempurna. Jadi, dan bagus juga bentuknya. 

***

Saya ambil langkah menuju kursi depan radio. Radio itu kesayangan saya sejak kecil. Saat saya belum punya TV, radio itu melayani saya dengan lagu anak-anak yang setia saya dengarkan saat masih kecil. Saya pun duduk di kursi kayu dekat radio itu. Kursi yang masih sama. Kursi yang sejak kecil juga saya gunakan untuk mendengarkan radio kesayangan saya. 

Saya nyalakan radio. Saya dengarkan lagu-lagu pop klasik yang enak dan berirama di telinga. Cocok untuk orang yang suka hal-hal klasik dan sederhana seperti saya. Saya memang orangnya suka merawat tradisi dan hal-hal klasik. Seperti lagu-lagu kalsik yang sedag saya dengarkan ini. Dengan segera pula, rokok lintingan saya menyelinap di antara bibir saya. Dia menimbulkan inspirasi lagi. 

Inspirasi ini datang secara tiba-tiba. Hadir di depan alam bawah sadar saya. Dia saya menyuruh untuk sekedar menulis cerita. Cerita tentang rokok dan bayi. Dia saya menyuruh tamankan dirinya yang sedang saya nikmati. Dia juga kreasi saya yang sudah saya ciptakan dengan teliti tadi. Saya turuti, saya tuliskan tentang dia dan inspirasi dalam cerita. 

Cerita yang bisa dinikmati oleh sesama penggemar rokok. Bagi sesama penggemar alam inspirasi dan inspirasi, ide-ide ini muncul langkah menggerakkan saya untuk inspirasi inspirasi kembali. Lama-lama, saya jadi ngantuk juga kalau sudah habis hisapan rokok, dan juga tanpa teman ngobrol. Saya tertidur di atas kursi.

***

Begitulah saya nikmati hidup yang enak dan luwes. Saya tak muluk-muluk dalam hal keinginan. Saya tak punya obsesi apalagi rasa iri. Saya anti hal tersebut. Saya tak punya keinginan untuk jadi apa, atau bagaimana, atau harus seperti siapa. Saya jadi diri saya sendiri. Saya tak ingin melukai diri saya dan orang lain. Saya dendam dan iri. Sebab itu lebih berbahaya dari rokok. Saya tak suka bermusuhan. Saya pun tak suka menginjak orang lain. Kalau saya sebal dan tak cocok dengan sesuatu, saya akan menyendiri, mencari tempat yang bisa membuat saya rileks dan menyatu dengan diri saya sendiri.

Manusia harus menyatu dengan jiwanya. Manusia harus memahami dirinya sendiri. Kita harus berdamai dengan diri sendiri, jujur ​​kepada diri sendiri, dan terbuka kepada diri sendiri. Kita tak bisa membohongi diri sendiri. Bahkan, kita tak bisa mengabaikan diri sendiri.

Sebab itu, rokok ini telah membantu saya untu bergelut dengan dunia yang licik dan tamak. Dia adalah media ketenangan dan media batin yang fleksibel. Saya suka itu. Dunia ini telah keruh. Sebab, orang-orang memberikan jawaban dan pertanyaan yang munafik. Saya tak suka itu. Saya lebih suka kepada kejujuran. Salah satu kejujuran yang saya lakukan adalah merokok. Merokok adalah kejujuran dan keterbukaan di dunia ini. Dia telah membantu membuka lapangan kerja bagi orang-orang yang memang sangat butuh ladang nafkah. Dia telah membantu membayar pajak negara yang besar. Dia telah membantu saya, dalam mencari inspirasi.Inspirasi ini telah membuat saya bergerak menemukan awan-awan ide yang selalu. Matahari semakin mengisi bumi dengan kehangatan. Begitupun dia, "mengisi saya dengan kedamaian, ketenangan, dan isnpirasi.

Imajinasi yang berbagai bentuk dan aliran di nadi saya itu merangkai kata-kata untuk saya tafsir. Imajinasi ini telah dia wujudkan. Karena saya tak mudah dalam memilih, saya nyalakan kembali. Saya nyalakan kembali dia, menemukan yang menyala terang dan bersinar untuk saya menyampaikan suara.

Pati, 2020



0 Response to " Saya, Rokok, dan Kisah di Baliknya"

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda Disini....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel