Di Seputih Hana: Puisi-Puisi Aris Setiyanto
Semoga Sore Ini Hujan
: Avhan Setyawan
semoga sakit ini hujan
agar tak kau culik aku
melucuti hari-hari yang lama perca
dan jarak pada tiap kayuhan tangan
genapi dahaga lambung
semoga sakit ini hujan
agar kesumat tidak bisa semi
jika ia mekar, akankah
kebencian di dalam hati meledak?
lalu, kamu datang; mendekap aku
semoga sakit ini hujan
jika kau dapat mengasuh waktu
kenapa tak kau duduk di samping ayah
mendongang ihwal laguna we
yang diselaminya kala jadi kawula.
Kota Tembakau, 30 Juli 2021
Serentetan Ironi
tak dapat tidur—tak bisa sama sekali pejamkan mata
besok musti tandang kota pahlawan dan selksa tanya lahir di benak
mengapa para tabib tidak mendekati tangan-tangan yang setengahnya?
berpikir bahwa setidaknya beberapa kuda besi bakal jadi tumpangan
tetapi, musti berjalan sendiri bahkan setelah kejadian yang diasuh seorang ibu
upah setiap langkah memang dihitung petinggi, namun, tak pernah labuh di tangan ini
tiba di kota pahlawan, para polisi penjaga semerah madah dan nyala netranya
berputar-putar hingga hari semakin gelap dan pujasera masih belum lahir jua
kebobrokan makin menggila, orang-orang mulai memerkosa mala yang mati-matian dijauhinya kemarin
seusai menghadap selir negara, musti duduk barang lima belas menit waktu
—musti merasakan luka lahirnya dari racun seusai disayatnya lengan sang hamba
tak terjadi ironi, tapi, mengapa aku tahu demensia?
: lupa bagaimana caranya menjaga, salah jalan, dan mungkin aku boleh ambruk di jalan
tapi aku baru sampai Sleman, ibu di punggungku ini kentar takutnya
sebab, beberapa kali aku nyaris diterjang kematian
beberapa kali istrahat di rumah merah untuk menampik linglung dan dunia yang berpusar di dunia
sampai jua di tempat segala mala bermuara
seorang kawan menadah tangan. tapi, para petinggi pulang berlari.
Kota Tembakau, 30 Juli 2021
Kemarin
aku masih bersepeda melewati Kali Tengah, kali yang lahir di tengah kampung
masih harus berbelanja untuk jualan soto Kudus besok hari
meski sendiri, ditinggal kang kun yang tak jengah membuang jerih jerih jerih usaha
hanya karena rindu yang bahkan belum berontak
tim malam itu menutup mata, bahkan melindas hatiku karena tak seorang pun bertamu
tapi aku juga menangis tersedu, kala masa depan si Sulung dipertaruhkan
tentu tidak tahu apa-apa, mengapa seorang guru durjana?
Mas Yoshi raib entah kemana, tak jua digendongnya anak-anak Tuan
mungkin ia kembalii menyelami rimba di swargaloka—di gunung-gunung Jawa
aku masih menilik di dalam pos penjagaan bapak tentara menjelma patung paling hidup
berbicara kepada pemulung yang tak takut apapun, karena telah terbiasa
subuh, selalu menerbangkan pesawat-pesawat entah ke mana
aku menjadi begitu gemar bernyanyi dalam puisi
ini mimpi
ini mimpi.
Kota Tembakau, 30 Juli 2021
Meledak Kepala
Kepada Avhan Setyawan
hari begitu pelanggaran tergulir, Van. aku meledakkan kepala agar menjadi pusing
dan tak perlu pergi ke rumahmu saat mendung menggagahi sore
kau baik-baik saja, seperti tak ingin merusaknya-ngetuk punggungku
tapi keras hati ini, kaki yang enggan mengulang, kenangan telah tersayat perjalanan
kau mungkin di sana makan dengan nyaman, namun, ingatlah aku dan penyayangkan ketidakberadaan
'mengapa selalu begitu?' kau mulai bertanya, menyangkal jarak yang durjana
waktu terus berlalu, Van. dan terhitung terhitung—tak terkendali
selundupkan aku ke dalam lubang hitam itu, saja.
Kota Tembakau, 30 Juli 2021
Di Seputih Hana
buat : Mbak Isti
mulai beranjaknya aku dan ibu,
di seputih hana itu kau mungkin makan sendiri, Mbak
tapi, kesepian tak pernah lahir di dalam diri—di dalam hati
sebab kau selalu dapat menjahit luka yang nganga
di ulu jiwa
kematian selalu terjadi di udara
ini aku ceritakan doa-doa telah memar
harapan menjadi perca
pun, seorang ibu menjadi harimau jalang
dengan kata, ia terkam hati kecil aku.
Kota Tembakau, 30 Juli 2021
TENTANG PENULIS
Aris Setiyanto, lahir 12 Juni 1996. Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah. Karyanya termuat dalam beberapa antologi bersama; Progo 5(2018), 20 Pesan Cerita Hebatkan Anak Indonesia(2019), Jazirah 2: Segara Sakti Rantau Bertuah(2019), Progo 6(2020), Pringsewu Kita(2020), Desir Pesisir (2020), #DiRumahAja(2020) , Gambang Semarang(2020), Nadjmi Adhani: Jalan Lapang Menuju Kebaikan(2020), Antologi Puisi Dukungan Gowes Literasi (2021), Refleksi-Resolusi (2021) dan Ini (bukan) Berita (2021).
0 Response to "Di Seputih Hana: Puisi-Puisi Aris Setiyanto"
Posting Komentar
Tulis Komentar Anda Disini....